Artikel ini saya tulis untuk mendukung mata kuliah Ilmu Budaya Dasar saya.
Salah satu syarat tugas membuat makalah tentang salah satu kebudayaan daerah di Indonesia tempo hari sangat jelas: tiap referensi budaya mahasiswa harus unik. Tidak boleh sama. Seketika saya langsung teringat akan budaya Jawa dan yang akan saya angkat adalah budaya dari Kota Semarang. Tapi apa? Jujur yang saya tahu kebudayaan Jawa di seluruh kota di pulau Jawa ya itu-itu saja. Kalau tidak joglo ya batik.
Miris rasanya sampai harus ditugaskan membuat makalah baru saya mengetahui Semarang memiliki kebudayaan khas dan bahwa kebudayaan Jawa sebenarnya memang beragam. Meskipun begitu saya tetap bersyukur bisa mengenal kebudayaan Jawa sedikit lebih dalam dan setidaknya saya tahu ada kebudayaan Jawa yang "unik" dari kebudayaan Jawa yang lainnya di Indonesia.
Dalam hal ini perkembangan teknologi jelas tidak bisa dijadikan alasan saya tidak mengetahui tari gambang semarang. Teknologi adalah alat tanpa akal budi, lagi pula fungsinya adalah membantu pekerjaan manusia. Pengetahuan kebudayaan sayalah yang harusnya dipertanyakan. Tapi jika saya pikirkan, saya memang tidak punya waktu untuk menggali dan mengapresiasi kebudayaan di Indonesia. Untuk hal yang bukan perhatian saya, baru setelah ada pemicu atau pemberitahuanlah saya baru mengetahuinya.
Untuk itu saya menyarankan agar kita sendiri yang punya kemauan untuk memperkaya pengetahuan kebudayaan kita. Bisa lewat internet, tapi sebaiknya mulailah dengan bertanya kepada orang tua. Guru IPS sekolah dasar pun sebaiknya tidak terpaku pada buku paket yang isinya adalah generalisasi kebudayaan-kebudayaan tradisional Indonenesia. Mata pelajaran mulok seharusnya menjadi mata pelajaran yang menyenangkan supaya pengetahuan tentang kebudayaan daerahnya tidak dilalaikan.
Punah atau diklaimnya salah satu kebudayaan Indonesia memang tidak akan berpengaruh besar, terutama jika itu adalah kebudayaan yang tidak diketahui masyarakat luas. Tari gambang semarang memang hanya sepetak kecil dari luasnya kebudayaan tradisional Indonesia. Tapi kalau tidak bisa menjaga yang kecil, bagaimana mungkin dapat menjaga hal yang besar?
Setelah menulis artikel ini saya memang tidak lantas mencari sanggar budaya supaya saya bisa ikut menjadi pelaku kebudayaan. Saya berharap makalah saya kemarin itu cukup menambah jumlah file di internet supaya kontennya makin diketahui orang. Pembaca pun tidak perlu menjadi pelaku kebudayaan untuk melestarikan sebuah kebudayaan. Dengan belajar, atau setidaknya mengetahui, Anda sudah ikut melestarikan kebudayaan supaya tidak punah sama sekali. Terima kasih.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar