1.
Ilmu
Pengetahuan, Teknologi, dan Kemiskinan
Ilmu pengetahuan, teknologi, dan
kemiskinan adalah suatu kesatuan yang tak mungkin terpisahkan. Teknologi hadir
sebagai perwujudan ilmu pengetahuan yang bertujuan mengatasi kesulitan yang
dihadapi manusia, salah satunya adalah kemiskinan. Pun begitu teknologi tidak
selalu tepat sasaran dan tepat guna karena ilmu pengetahuan yang digunakannya;
ia masih akan terus berkembang menjadi lebih baik bahkan tergantikan dengan
yang sama sekali lain. Sedangkan kemiskinan itu sendiri datang karena minimnya
ilmu pengetahuan dan begitu terbatasnya teknologi. Karena itulah baik ilmu
pengetahuan, teknologi, maupun kemiskinan tidak dapat dipisahkan.
A. Ilmu Pengetahuan
Banyak tokoh telah mendefinisikan
tentang pengetahuan. Menurut Aristoteles
pengetahuan adalah sesuatu yang dapat diinderai dan dapat merangsang budi.
Menurut Decartes ilmu pengetahuan adalah serba budi. Oleh Bacon dan David Home
pengetahuan diartikan sebagai pengalaman indera dan batin. Masih banyak lagi
pengertian tentang pengetahuan, tetapi karena begitu banyaknya malah akan
membuat terperangkap dalam pengulangan tanpa kejelasan (tautologi), bahkan
dapat menjadi sia-sia.
Pengetahuan dibentuk dan diperoleh
setelah melalui serangkaian proses dan metode seperti pengamatan dan
mendukungnya dengan fakta, dipikirkan secara sistematis, lalu dianalisis dan
diambil kesimpulannya.
Ilmu pengetahuan, terutama ilmu
ekonomi, sekarang menghadapi kemiskinan. pun begitu ilmu ekonomi juga sedang
berada pada kegemilangannya dengan banyaknya penggunaan penilaian matematis dan
pembuatan model matematis. Karena itulah ilmu ekonomi diharapkan dapat
mengatasi masalah kemiskinan dengan baik.
B. Teknologi
Teknologi merupakan seni dari ilmu
pengetahuan. Keduanya memang berbeda tetapi teknologi tidak akan muncul sebelum
ada ilmu pengetahuan yang mendasarinya. Teknologi ini dihadirkan sebagai pembantu
untuk mengatasi masalah seperti dalam perencanaan, pemerintahan, administrasi
negara dan pembangunan sumber-sumber insani dan lainnya.
Menurut Sastrapratedja, fenomena
teknologi pada masyarakat kini memiliki ciri-ciri rasionalitas (yang semula spontan
diubah menjadi tindakan terencana dan dengan perhitungan rasional),
artifisialitas (membuat sesuatu yang bukan alamiah), otomatisme (metode,
organisasi, maupun rumusan serba otomatis), teknis berkembang pada suatu
budaya, monisme (semua teknik bersatu, saling berinteraksi dan bergantung),
universalisme (melampaui batas-batas kebudayaan), dan otonomi (berkembang
menurut prinsip sendiri-sendiri).
Berkembangnya suatu teknologi dalam
suatu daerah dapat menimbulkan percepatan dalam psikologi orang-orangnya,
sehingga dengan demikian kehadiran dan perkembangan teknologi dapat ‘mengusir’
kemiskinan pada suatu daerah.
C. Ilmu Pengetahuan Teknologi dan
Nilai
IPTEK sering kali dikaitkan dengan
nilai terkait dampaknya melalui kebijaksanaan pembangunan, pada penerapannya,
dan kecenderungannya untuk mengabaikan segi-segi kemanusiaannya. Terkadang IPTEK malah harus membayar mahal
atas dampaknya terhadap manusia.
Pada golongan ilmuwan sendiri
terlihat dua pandangan mengenai kaitan IPTEK dengan nilai atau moral:
1.
IPTEK bersifat netral terhadap
nilai-nilai baik secara ontologis maupun secara aksiologis; bagaimana
penggunaannya sepenuhnya terserah si ilmuwan entah digunakan untuk kebaikan
atau untuk kejahatan. Kebenaran dijunjung tinggi sebagai nilai dan nilai-nilai
kemanusiaan dikorbankan demi teknologi.
2.
IPTEK bersifat netral hanya dalam
batas-batas metafisik keilmuan, sehingga dalam penggunaannya harus berlandaskan
asas-asas moral dan nilai-nilai. Ilmuwan telah mengetahui bagaimana jika IPTEK
disalahgunakan sehingga mereka tidak ingin hal seperti itu terjadi.
Nilai memang sebaiknya tidak boleh
ditimpa oleh teknologi demi tercapainya suatu tujuan. Dalam hal ini kearifan
lokal harus mengambil peran sebagai pembatas perkembangan IPTEK. Selain itu
upaya lain untuk menjinakkan teknologi adalah dengan:
1.
Mempertimbangkan atau kalau perlu
mengganti kriteria utama dalam menolak atau menerapkan suatu inovasi teknologi
yang didasarkan pada keuntungan ekonomis atau sumbangannya kepada pertumbuhan
ekonomi.
2.
Pada tingkat konsekuensi sosial, penerapan
teknologi harus merupakan hasil kesepakatan ilmuwan sosial dari berbagai
disiplin ilmu.
D. Kemiskinan
Menurut Emil Salim, kemiskinan
diartikan sebagai keadaan pendapatan yang kurang mencukupi kebutuhan hidup yang
pokok. Lalu garis kemiskinan bisa dipengaruhi oleh tiga hal, yaitu persepsi
manusia terhadap kebutuhan pokok yang diperlukan, posisi manusia dalam
lingkungan sekitar, dan kebutuhan objektif manusia untuk bisa hidup secara
manusiawi. Kemiskinan dapat terjadi karena disabilitas badaniah atau mental
seseorang, karena dampak bencana alam/bukan, kemiskinan buatan. Kemiskinan
buatan maksudnya menjadi miskin karena hanya nrimo saja keadaan miskinnya, malah menganggap sebagai takdir dari
Tuhan. Kemiskinan kemudian menjadi kebudayaan tersendiri .
Kemiskinan (menurut Davis dengan
teori fungsionalis) memiliki beberapa fungsi sebagai berikut:
1. Fungsi ekonomi,
karena menyediakan pekerjaan untuk bidang tertentu, menimbulkan dana sosial,
membuka lapangan kerja baru, dan karena memanfaatkan barang bekas (oleh
masyarakat pemulung)
2. Fungsi sosial,
karena menimbulkan altruisme dan perasaan, sumber imajinasi kesulitan bagi si
kaya, sebagai ukuran kemajuan bagi kelas lain, dan karena merangsang munculnya
badan amal
3. Fungsi kultural,
karena menjadi sumber inspirasi kebijakan teknokrat dan sumber inspirasi
sastrawan dan memperkaya budaya saling mengayomi antar sesama manusia
4. Fungsi politik,
karena berfungsi sebagai golongan gelisah atau masyarakat marginal untuk musuh
bersaing bagi kelompok lain.
walaupun memiliki fungsi, kemiskinan bukanlah
sesuatu untuk dipertahankan, melainkan untuk dicarikan fungsi lain sebagai
pengganti.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar